Menyimak Lawakan Politik di Era Sosmed Lebih Produktif!

0


Di era sosmed, algoritma menyajikan isi beranda apa yang biasa kita lihat dan fans yang kita ikuti

Memperluasnya dengan menyebarkan informasi yang tendensius yang semakin memperkuat polarisasi yang bisa mengancam integritas

Mengecilkan hidup seakan seluruh dunia sependapat dengan preferensi kita

Dibuat isinya seakan-akan semua mendukung pendapat kita agar kita betah berlama-lama membukanya, jadi kecanduan agar banyak iklan dilihat sehingga makin cuan

System ini semakin membangun fanatisme

Bisnis model yang kurang bertanggung-jawab, berdampak negatif dalam hidup sosial

Jika kita tidak punya nyali bersilaturrahim pada pihak yang berbeda pendapat, tak punya keinginan belajar terbuka mau melihat cara pandang orang lain, hidup kita akan dikontrol

Alur perasaan dan logika kita akan mudah dipermainkan


Tapi apakah kebanyakan orang-orang kita masih mau belajar dan sedia mendengarkan?

Apakah generasi ke depan masih mau mencari informasi atau malah dibingungkan luberan informasi?

Apakah gen Z yang banyak memilih kemarin terpengaruh influencer medsos yang sekedar mencari keuntungan pribadi atau benar berpegang pada prinsip dan idealisme?


Tidak heran era ini di seluruh dunia orang yang cenderung menang di politik seringkali si opportunis yang paling mampu membangun komunitas yang fanatis/populis

Beda dalam hidup serta bisnis yang cenderung menang adalah yang lebih kreatif, jujur, serta tekun.


Demokrasi di seluruh dunia saat ini sedang kritis, yaitu meningkatnya popularitas kelompok/tokoh fanatis/populis meskipun otoriter serta kurang kompeten

Kritik utama adalah demokrasi saat ini menjauhi demokrasi clasic, sudah berubah jadi demokrasi kapitalis dimana kekuasaan lebih terkonsentrasi pada affiliasi dinasti partai politik dengan cukong pemilik modal daripada memihak rakyat secara langsung.

Dan demokrasi liberal serta sekuler yang semakin menang akan menyingkirkan nilai-nilai integritas pemilu, hilangnya persahabatan hanya sekedar kepentingan abadi, manipulasi politik, pembungkaman suara berseberangan, sehingga tersingkirnya nilai kejujuran. Sehingga orang jujur jadi susah naik, padahal politik itu hendaknya maju bergandengan-tangan membangun negeri bersama bukan saling tikam kanan-kiri.


Ironis memang, pemilu sendiri yang justru mengancam sistem demokrasi sehingga berpotensi membawa dampak besar pada geopolitik global dan stabilitas dunia

Sejarah mungkin akan terulang seperti Romawi kuno; dari kerajaan menuju demokrasi, dan terakhir menjadi kekaisaran kembali. Seperti kiasan; "Penguasa dunia akan berganti setiap 100 tahun sekali"

Dan eranya saat ini adalah "Welcome dinasti politik" (baik presiden, partai, maupun kota)


Laporan dari International Institute for Democracy and Electoral Assistance menunjukkan bahwa sekitar 43% negara demokrasi mengalami penurunan signifikan dalam kualitas demokrasi saat pandemi COVID-19 hingga sekarang. Trend ketidak-percayaan pada sistem demokrasi karena banyak orang merasa bahwa demokrasi tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka. Banyak yang menganggap bisa saja terjadi perang dunia dalam waktu dekat hingga pemimpin otoriter dianggap lebih stabil dan mudah menyatukan mayoritas, sedang demokrasi perlu banyak otak adu ide untuk memutuskan banyak hal.


Sayap kanan (nasionalis) akan meningkat di banyak negara. Kita sudah mulai fase awal end game yang membuat negara-negara akan lebih mementingkan kepentingan nasionalnya ketimbang keharmonisan bersama. Kita merasa tertindas selama ini karena interferensi asing menghambat kemajuan bangsa, sementara mereka juga mulai kolaps karena kita memboycot mereka. Hal ini nantinya dapat melahirkan pemimpin-pemimpin ambisius bahkan parahnya gesekan antar negara makin banyak.


Demokrasi adalah sistem politik dimana kekuasaan berada di tangan rakyat. Namun dalam konteks dunia yang semakin kompleks demokrasi telah berkembang jadi sistem perwakilan dimana rakyat memilih pemimpin lewat pemilu. Namun pemilihan pemimpin yang tidak tepat membawa dampak negatif bagi demokrasi. Orang jujur susah naik, orang bermodal besar malah gampang naik.

Contoh saat ini banyak negara menunjukkan bagaimana pemimpin otoriter atau mayoritarianisme akhirnya menang:

Di Taiwan, hasil pemilu yang menunjukkan penurunan dukungan pada sikap anti-China memunculkan kekhawatiran akan hilangnya demokrasi.

Di India, kepemimpinan mayoritarian Modi menghadirkan ancaman pada demokrasi, menyingkirkan kelompok minoritas seperti islam.

Di Uni Eropa dan Amerika Serikat, populisme kanan mengancam demokrasi dengan memanfaatkan isu-isu seperti nasionalisme dan imigrasi. Keberhasilan kandidat seperti Donald Trump di Amerika menghadirkan potensi bahaya bagi demokrasi dengan peningkatan konflik internal dan kebijakan yang otoriter.


Di Indonesia untuk mempertahankan nilai demokrasi tergantung kemampuan mengatasi isu seperti transparansi, korupsi, ketimpangan, perlakuan berbeda pada lawan politik, kesediaan mengatasi menguatnya fanatisme politik, perlindungan pada kebebasan berpendapat, pemerintah yang punya telinga sedia mendengarkan dengan mengayomi semua pihak adalah kunci memperkuat demokrasi, membangun budaya jujur dan mudah mau bersalaman dengan siapapun.

Serta keikhlasan menyerahkan urusan pada ahlinya

Orang yang tidak tahu apa-apa soal pertanian jangan tiba-tiba dapat mandat mengurus pertanian.

Orang yang tidak pernah merasakan kemiskinan, bullying, rasisme, serta diskriminasi jangan coba jadi pemimpin yang menjanjikan kesetaraan.


Apakah demokrasi di Indonesia terancam dengan pemilu tahun ini?

Ya jelas, dulu tahun 98an mayoritas masyarakat dan mahasiswa turun ke jalan untuk menurunkan pemimpin yang kental unsur nepotisme, tapi sekarang justru pasangan yang sangat nyata unsur nepotisme dalam pencalonannya yang dipilih. tapi itulah gambaran rakyat sebenarnya, bukan idealnya bagaimana...


Mengapa banyak terjadi polarisasi, serta menangnya manipulasi politik serta ketidak-beresan etika saat ini?

Itulah keunggulan saat jadi penguasa yang bisa menggerakkan seluruh infrastruktur

Dan ke depan era AI diktatorisme akan semakin dipermudah, difasilitasi alat untuk bisa mengontrol banyak hal di masyarakat untuk membangun fanatisme

Era politik zaman AI makin buram


Wajar karena pimpinan yang dipilih bukanlah cerminan pemimpin ideal, tapi pragmatis cerminan umum rakyatnya bagaimana itulah demokrasi...

Jika rakyatnya suka joget tiktok, ya begitu juga pemimpinnya

Jika rakyatnya mudah disogok atau suka menyogok untuk memperlancar urusan akan demikianlah nantinya

Jika saat pemilu ramai meme uang segepok didepan pintu, itulah gambaran umum rendahnya prinsip dan harga diri


Apalagi banyak orang bukan memilih tidak mau repot-repot mempelajari program kerja serta mencari rekam jejaknya, cukup modal fanatisme golongan dipadu faktor gimmic dan pencitraan yang muncul saat menjelang pemilu saja.

Yang penting disukai pemilih, sebab kenyataanya pemilih emosional jauh lebih besar daripada pemilih rasional.


Kekurangan fatal demokrasi ini karena semua orang diberi hak yang sama; orang yang punya kemampuan dan jujur memiliki suara yang sama dengan orang setengah gila atau pemimpin geng kriminal sekalipun.

Sistem demokrasi idealnya akan berjalan baik jika dijalankan banyak orang yang masih mau belajar ingin maju, serta orang baik yang benar-benar menginginkan kebaikan pada negerinya. Bukan sembarang orang yang mudah digoda serangan fajar, terbiasa sibuk membahas hal remeh, serta wawasan demokrasi yang rendah

Saat suara orang bodoh dan orang jahat punya power dan pengaruh yang sama system ini akan melanggengkan keburukan yang sama serta membuat rangkaian system pembodohan yang sama demi melanggengkan kekuasaan.


Politikus seringkali mahluk yang memanfaatkan ketakutan konstituen untuk membawanya naik ke tangga istana.

Semakin mudah konstituen dibodohi semakin efektif pula janji manis bisa memenangkan ketakutan konstituennya. Dan karena konstituen berharap ditenangkan dari kekhawatiran, mereka mudah dinina-bobokan meskipun yang datang hanya janji-janji palsu belaka.


Mari belajar...

Sebagai rakyat belajar membentuk negarawan dari lingkungan terkecil, bukan badut politisi

Mari penuh kesadaran membentuk system yang orang jujur akan mudah naik dan senang bertemu orang jujur lainnya.

Yang akan membuat sesama anak bangsa mudah saling bekerja-sama tanpa sikut-sikutan, bijak memaklumi tanpa suka memecah belah untuk menguasai, mudah memaafkan tanpa perlu ada balas dendam, mudah mengikhlashkan perjuangan memulai dari hati nurani, dan mudah saling menepati janji tanpa perlu banyak mengumbar janji. Mari bersama mewariskan kehidupan yang lebih baik.

Sehingga terhindar budaya buruk Korupsi (penyalahgunaan kekuasaan/jabatan untuk keuntungan pribadi/kroni), Kolusi (budaya suap-menyuap), Nepotisme (menguntungkan keluarga/kroni, bukan berdasar kemampuan), hingga efeknya bisa membentuk Politik dynasti yang menghancurkan.


Mari Belajar, Jas Merah...

Kalau tidak ingat, sejarah bodoh bangsa ini akan terus terulang-ulang.



Sebagai warga bagaimana kita menyikapinya?

Santai, sabar, dan nikmati saja sebagai penonton

Jadi komentator khan kelihatan lebih pinter, meski lebih brisik "ora ono sing nyalahke"

Kecuali kita punya power bisa memberi andil memberi sumbangsih sebisa kita

Kita dibawah yang diinjak tidak usah terlalu ribut

Semakin kita masukkan ke hati semakin kita jadi bola diadu, ditendang, dipermainkan

Saat ini kita jadi semakin bodoh atau pintar?, jangan mau jadi objek permainan, dikibuli, bangga lagi!


Yang untung khan cuma pemain yang menang dan cukong yang dekat sama pemain yang lagi menang

Demokrasi jadi kendaraan paling gurih bagi kapitalis menjadikan rakyat sebagai pasar dan fasilitas negara sebagai modal agar cuan besar

Otewe Komisaris, dapat tender proyek, jadi penguasa hutan ato tambang 😀


Menang kalah biasa, yang terpenting justru mengasihani hidup kita sendiri

Nasib kita tak akan langsung berubah

Untuk keluar dari kemiskinan tetap harus dengan usaha kita sendiri

Apalagi system perwakilan rakyat yang selama ini kurang terbukti sesuai harapan kita


Yang diatas suka mengadu-domba tanpa merasa berdosa

Korupsi dan saling lobby dianggap hal biasa

Kenapa kita yang dibawah masih mau dipermainkan juga?

 

Mari enjoy, biasa-biasa saja menonton lawakan politik

Tak perlu dimasukkan hati

Jangan pernah jadikan politisi yang suka main-main jadi panutan standard kebaikan/kebenaran dalam hidup, berbahaya!

Ini bukan era banyak para pahlawan sepenuh hati dan jiwa memperjuangkan kemerdekaan tanpa berharap imbal jasa, ini era zaman pemimpin banyak menumpuk modal sebanyak-banyaknya, membangun kekuasaan selama-lamanya

Mereka bukan Jendral Besar Soedirman, Mohammad Hatta, H. Agus Salim, Buya Hamka, Sutan Sjahrir, dll yang tak terbuai dunia.


Jangan mau dipermainkan selagi hidup!

Kalau bukan pemain, cukup belajar menyimak

Sebisa mungkin memberi oleh-oleh pada siapapun yang kita temui selagi masih hidup...


Mari bijak menghargai hidup dengan menghisab diri kita sendiri, sebab inilah yang dihitung...

Apa yang kita bela?

Niat kita bersih atau tidak?

Cara yang kita lakukan bersih tidak?

Teman yang dekat dan ingin kita akrabi orang seperti apa?

Teman kita saat ini mau/suka menasehati kita saat salah tidak?

Teman kita mau membantu saat kita susah tidak?


Apa yang sudah dan akan kita diberikan selagi hidup?

"Seberapa besar yang sanggup kita berikan?"

"Seberapa besar efek perubahan bisa merubah sebanyak mungkin orang?"

"Seberapa besar warisan positif yang akan kita teruskan hingga anak-cucu?"

Saat ini sedang dalam tahap dimana?

Dan kita ingin jalan akhir mau kemana?


Hidup akan terus berubah

Perubahan adalah karakter dari hidup itu sendiri

Mau tidak mau kita akan beriringan berjalan bersamannya


Semoga kita semua bisa memetik buah pelajaran dalam hidup:

"Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS. Ar-Rad: Ayat 11)


Mari kita berdoa;

"Semoga siapapun pemimpin yang Allah takdirkan, Allah berkenan menguatkan ia mengemban amanah, tidak mudah ingkar janji dan menjadikannya orang yang jujur, adil, serta takut pada tuhannya. Mau memihak rakyat kecil, mau berbagi kekuasaan dengan yang lain, mau menghormati hak dan perbedaan sehingga membuat negeri ini maju kedepannya.

Aaamiin..."




Muh Ulinuha

Dari warga yang masih ingat adu domba dosa besar perang bratayuda pemilu sebelumnya yang sekarang diatas cium-ciuman

Bila yang lain sudah lupa, terserahlah.

Ayo kerja lagi!

Bangun lingkungan sendiri!

https://rt7.biz.id

Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)
wa
wa