Putar Otak Terbentur Pandemi, Usaha Ini Kantongi Omset Rp 1 M

0

 

Tidak semua masa krisis berakhir dengan kejatuhan ekonomi. Bagi mereka yang mampu beradaptasi, masa krisis dapat menjadi momentum untuk bangkit jauh lebih tinggi. Itulah yang dirasakan tiga pendiri Sovlo, Lidya Valensi, Afra Viena, dan Djohan yang berhasil membawa bisnisnya yang lahir saat krisis pandemi hingga menyentuh omset Rp 1 miliar.

Sovlo merupakan singkatan dari souvenir lokal. Brand ini lahir pada Juni 2020, saat kasus Covid-19 sedang tinggi-tingginya dan banyak usaha yang harus tutup karena minim pembeli. Guncangan ekonomi tersebut juga turut dirasakan oleh ketiga pendiri Sovlo ini.

Waktu itu, Lidya dan partnernya sudah memiliki usaha souvenir untuk pernikahan dan perusahaan, namun tidak dijual eceran. Usaha tersebut berada di bawah perusahaan Lotus Group. Namun, saat pandemi datang, permintaan souvenir berhenti karena semua acara berubah menjadi online. Akibatnya, terjadi penurunan permintaan secara drastis sehingga membuat mereka harus putar otak untuk tetap bertahan.

"Awalnya itu perusahaan kita produksi sovenir wedding sama corporate, tapi pas pandemi kan berhenti banget nggak ada yang pesan sovenir karena wedding nggak ada corporate, nggak akan kepikiran untuk pesan sovenir," cerita Agnes, Manager Retail Sovlo saat ditemui CNBC Indonesia di Jakarta International Handicraft Trade Fair (INACRAFT) Rabu (26/22/2022).

Berawal dari keinginan untuk menyelamatkan 40 penjahit dan banyak karyawannya, akhirnya mereka mendapat inspirasi untuk memproduksi sovenir lokal dan dijual secara eceran. Untuk menambah nilai dari produk tersebut, mereka membeli desain ilustrasi dari artis luar negeri dan mengaplikasikannya pada tas yang menjadi produk ilustrasi pertama mereka. Untuk memasarkan produk tersebut mereka menggunakan jasa e-commerce yang sedang naik daun saat pandemi. Ternyata produk tersebut laku keras di toko online yang membuat mereka akhirnya membuat desain sendiri.

"Kita punya penjahit sekitar 40-an di office, perlu digaji juga dong, kalau nggak kita nggak akan bisa bertahan. Akhirnya dapat inspirasi buat produk seperti ini (produk desain ilustrasi), dijual di e-commerce ternyata peminatnya banyak banget. Awalnya desainnya kita beli dari ilustrator luar ternyata peminatnya lumayan, terus akhirnya kita punya desainer internal kita jual lagi buat bikin baju ternyata sama peminatnya tu lumayan bagus," ceritanya.

Berdayakan ilustrator lokal

Ternyata, hasil penjualan online menunjukkan peningkatan permintaan yang sangat signifikan. Untuk memperbanyak pilihan dan memperluas ide desain ilustrasi produk, akhirnya Sovlo membuat kompetisi desain yang diikuti oleh banyak ilustrator lokal. Dari kompetisi ini, desain ilustrasi jadi makin beragam dan semakin meningkatkan penjualan Sovlo ke depannya.

"Setelah tadi kita pakai desainer sendiri ternyata peminatnya bagus, kita carilah ilustrator di luaran jadi kita buka kompetisi siapa yang mau ikut bisa submit desainnya di instagram awalnya. Terus ternyata banyak yang ikut kita pilih kita jadikan produk ternyata makin bagus," ujarnya.

Karena hasil penjualan semakin bagus dengan keterlibatan para ilustrator lokal, akhirnya Sovlo menerima semakin banyak desain. Sehingga saat ini, semua orang, dari anak sekolah hingga ibu rumah tangga, dapat memberikan desainnya kepada Sovlo untuk dikurasi menjadi sebuah produk. Melalui gerakan #BanggaIlustratorLokal, Sovlo memberdayakan ilustrator lokal dengan skema bagi hasil dari setiap produk yang terjual.

Angkat isu pemberdayaan perempuan

Sovlo merupakan salah satu usaha yang beruntung karena merasakan momentum kenaikan penjualan di masa pandemi. Keberuntungan ini didapatkan dari kemampuan Sovlo melihat peluang kebiasaan baru yang lahir dari pandemi. Pasalnya, saat pandemi Sovlo melihat banyak perempuan yang merasakan beban ganda sebagai seorang ibu, akhirnya kisah tersebut diangkat menjadi tema ilustrasi yang dinamakan 'strong woman'. Tema 'strong woman' ini kemudian mencuat dan membuat orang berbondong-bondong membeli produk Sovlo.

"Pas pandemi banyak cewek-cewek susah kan ada, ada dokter yang harus jadi ibu rumah tangga juga, ada ibu pekerja yang jadi ibu rumah tangga harus urus anak juga,"

Untuk menampung cerita-cerita di masa pandemi yang bisa dijadikan inspirasi tersebut, Sovlo membuat komunitas di media sosial. Dari sana, Sovlo mendapatkan ide cerita ilustrasi yang kemudian diproduksi menjadi berbagai macam produk, seperti tas dan baju. Akhirnya, orang-orang yang merasa memiliki cerita yang sama dengan senang hati membeli dan berbagi kepada temannya yang lain untuk saling menguatkan. Oleh karena itu, jejaring komunitas online ini semakin membantu Sovlo untuk tumbuh menjadi brand lokal yang dikenal banyak orang.

"Kita punya komunitas di telegram, ibu-ibu pada curhat gitu tentang kehidupan mereka saat pandemi, kemudian desainnya diangkat dari cerita mereka. Waktu kita jadikan cerita ilustrasi di produk mereka seneng, mereka beli dan posting di Instagram, kemudian kita repost, jadi dari situ banyak yang tahu dan suka," jelasnya.

Dengan bisnis yang semakin meluas di berbagai platform e-commerce, saat ini Sovlo telah memiliki 9 toko offline, 2 diantaranya terletak di luar Jakarta, yakni di Yogyakarta dan Medan. Selain itu, penjualan Sovlo juga terbantu dari berbagai kegiatan dan pameran yang diikuti. Sehingga dari perluasan bisnis ini, Solvo bisa meraup keuntungan di atas Rp 1 miliar perbulannya.

"Saat ini omsetnya sebulan di atas Rp 1 miliar ada, soalnya ada 9 store ada di Jogja dan di Medan buat di luar kota. Terus tiap bulan ada 4 sampai 6 event di beberapa mal di jakarta, kayak bazar, pameran," terangnya


sumber: https://www.cnbcindonesia.com/entrepreneur/20230101061731-25-401792/putar-otak-terbentur-pandemi-usaha-ini-kantongi-omset-rp-1-m

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)
wa
wa