Kampung Marketer, Kampung Bisnis Online (contek ide)

0

  


Melihat Kampung Bisnis Online yang Berdayakan Ratusan Remaja Desa

Pemandangan berbeda kerap kali terjadi setiap Hari Raya tiba. Penumpukan penumpang terjadi di setiap transportasi masal, baik itu stasiun, terminal bahkan hingga bandara. Hal tersebut terjadi lantaran semakin banyak manusia yang datang menyerbu kota-kota besar. Peristiwa itu disebut sebagai urbanisasi. Tujuan mereka adalah satu, yakni mencari pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik ketika nanti kembali ke kampung halaman.

Menurut data yang diambil dari BPS, sekitar 70 ribu orang menyerbu ibukota pada tahun 2017 lalu. Data tersebut diambil hingga H+7 Hari Raya Idul Fitri. Serbuan kedatangan tersebut tentunya membuat Jakarta, sebagai pusat ibukota dan perekonomian tanah air, semakin penuh sesak. Ironisnya, kedatangan pendatang baru tidak dibarengi dengan lapangan pekerjaan yang bertambah. Alih-alih mendapatkan pekerjaan, mereka harus menjadi pengangguran.

Salah satu alasan mengapa banyak orang yang rela datang ke Jakarta ataupun kota besar dari desa adalah kebutuhan dalam mencari pekerjaan yang layak. Banyak dari mereka yang enggan berada di desa karena tidak memiliki banyak pilihan dalam masa depan, kecuali menjadi petani ataupun nelayan seperti para orang tuanya. Anggapan tersebut sepertinya harus ‘direvisi’ karena keberadaan Kampung Bisnis Online.

Kampung Bisnis Online

Ketika banyak pemuda desa yang menggantungkan kehidupan dengan berangkat ke kota besar, lain halnya dengan sebuah desa di Kabupaten Probolinggo. Di sana, para pemuda menggantungan kehidupan dengan cara membuat jasa customer service online yang mana dikelola secara bersama-sama. Karena dianggap telah ‘melek teknologi’, tempat tersebut dijuluki sebagai Kampung Bisnis Online.

Kampung Marketer namanya. Bertempat di Desa Tunjungmuli, Kecamatan Karangmoncol, ratusan pemuda-pemudi desa tersebut bekerja setiap harinya. Dengan mengandalkan sebuah smartphone, mereka bisa bekerja sambil bercengkrama dan mampu menghasilkan uang tanpa harus berangkat ke Kota Besar seperti para pemuda lainnya.

Kampung Marketer sudah didirikan sejak beberapa tahun lalu. Hingga saat ini, sudah ada lebih dari 400 pemuda dan pemudi di desa yang telah diberdayakan. Hal tersebut akan terus berlanjut lantaran keinginan sang founder yang ingin mengentaskan angka ‘gaptek’ di desanya. Lantas, bagaimana cara kerja bisnis online Kampung Marketer itu sendiri dan bagaimana dampaknya terhadap para remaja disana?

Cara Kerja dan Kesejahteraan Para Remaja

Cara kerja dari Kampung Marketer sebenarnya sangatlah sederhana. Mereka menyediakan jasa customer service online untuk membantu para pebisnis yang kerap mengalami kesulitan dalam meng handle pelanggan yang mau membeli produk mereka. Dengan keberadaan CS Online ini, pebisnis bisa fokus untuk melakukan hal lain, seperti pengembangan bisnis ke tahap yang lebih tinggi.

Dengan mengandalkan SDM lokal, Kampung Bisnis Online ini pun mampu mengubah mindset para remaja di desa yang dulunya hanya berpikiran jika media sosial hanya untuk bersenang-senang. Mereka menyadari jika media sosial ternyata bisa dijadikan ladang bisnis yang menggiurkan apabila ditekuni secara maksimal. Klien dari Kampung Marketer telah lebih dari 100 pebisnis dan jumlah tersebut akan terus meningkat.

Pada awalnya, Founder dari Kampung Marketer ini agak kesulitan untuk mengajarkan para remaja di desa. Pengetahuan teknologi yang kurang memadai serta akses belajar yang tidak terlalu banyak menjadi tantangan sendiri. Lambat laun, para remaja tersebut semakin lihai dalam menggunakan teknologi sehingga bisa memiliki opsi pekerjaan lain di desa tanpa harus ‘bersaing’ ke kota besar.

Pemilik Kampung Marketer

Remaja di Probolinggo sepertinya harus berterima kasih terhadap seorang pria bernama Nofi Bayu Darmawan. Pria lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) Jakarta merupakan founder sekaligus pimpinan dari Kampung Marketer. Jika dirinya tidak kembali ke tempat kelahirannya tersebut, mungkin akan banyak remaja di sana yang masih menganggur atau memilih untuk datang ke Jakarta atau kota besar lainnya untuk mencari pekerjaan.

Pemuda yang sudah belajar Internet Marketer sedari kuliah tersebut memang memberikan dampak besar bagi para remaja di daerahnya. Bahkan, Nofi rela untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Keuangan demi membangun ‘kerajaan’ bisnis di Probolinggo. Nofi meninggalkan kenyamanan dengan gaji 5,5 juta rupiah perbulan demi memberdayai para pemuda-pemudi di desanya.

Sebagai ganjaran atas dedikasinya terhadap remaja di Probolinggo, ia mendapatkan penghargaan dari sebuah stasiun televisi swasta di tahun 2018. Keinginan Nofi untuk memberdayakan para remaja di daerahnya belum akan berhenti. Sebab, ia berkeinginan untuk mengajarkan teknologi kepada 1000 pemuda dan pemudi di Probolinggo.

sumber: https://www.paper.id/blog/berita-acara-umkm/kampung-bisnis-online/


Kampung Marketer di Karangmoncol Purbalingga.

Desa Tanjungmuli, Kecamatan Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah (Jateng), kini dikenal dengan Kampung Marketer. Sebuah kampung yang menjadi pusat digital marketing dan mampu menyedot uang puluhan miliar rupiah dari kota ke desa.

Mengalirnya uang dari kota, yang selama ini menjadi pusat perekonomian, ke desa itu tidak lepas dari peran anak muda bernama Rofi Bayu Darmawan. Alumni STAN Jakarta dan mantan pegawai Departemen Keuangan ini yang menjadi tokoh di balik keberadaan Kampung Marketer.

Sebenarnya Rofi sudah dirasa nyaman bekerja di Kementerian Keuangan. Karena bekerja di departemen yang gajinya per bulan di atas rata-rata. Namun anak muda desa ini justru mengundurkan diri dan memilih kembali ke desa, untuk mengabdikan diri bagi perkembangan desanya.

Berbekal kemampuan di bidang digital marketing dan training, Rofi melatih anak-anak muda desa untuk bisa memasarkan produk melalui jaringan internet. Awalnya tidak mudah untuk melatih anak muda berbasis digital. Karena yang diinginkan oleh mereka itu bekerja terus dapat uang, bukan latihan yang dianggap buang-buang waktu.

“Untuk menarik minat anak-anak muda desa, saya membuat poster lapangan kerja. Poster saya sebar ke mana-mana dan akhirnya ada beberapa anak muda yang tertarik untuk mengikuti pelatihan,” papar Rofi Bayu Darmawan, Selasa 4 Januari 2022. Ada tiga bidang yang diajarkan, yakni program advertiser, customer service, dan admin marketplace.

Anak-anak muda yang dilatih kemudian direkrut untuk bergabung dengan Komerce, startup yang dibangun oleh Nofi Bayu Darmawan. Sistem kerja Komerce, mempertemukan para talent, sebutan karyawan Komerce, dengan mitra bisnis atau pemilik toko online dan UMKM di Indonesia.

Pendapatan para talent, untuk customer service, selain dari mitra bisnis dan administrasi, juga ditambah bonus dari jumlah penjualan. Semakin banyak menjualkan produk relasi bisnis online, maka semakin banyak bonus yang diterimanya. Jika penjualannya banyak, para talent dari des aini bisa meraup pendapatan Rp 10 juta sampai Rp 16 juta/bulan.

Cara kerjanya juga mudah. Wiwit Trisnawati (29) salah seorang talent Komerce mengemukakan kerjanya simpel. “Saya diberi kepercayaan untuk pegang nomor whatsapp customer service dari data toko online di Yogya. Jadi setiap hari, tugasnya balas chat dari pelanggan yang mau beli. Pokoknya sampai deal dan konfirmasi transfer hingga pengiriman,” ujar Wiwit, penjaja jasa customer service toko aksesori handphone di marketplace.

Saat ini, di awal tahun 2022, sudah ada sekitar 230 UMKM yang menjadi mitra Komerce. Kemudian ada 20 titik pemberdayaan. Sejak tahun 2017 sampai 2021 sudah ada lebih dari 1.300 anak muda yang mengikuti training e-comerce yang diselenggarakan Komerce. Mereka tidak hanya datang dari Purbalingga dan wilayah Jawa Tengah saja, tetapi juga dari Daerah Istimewa Yogyakarta serta daerah lainnya.

Teknologi informasi bisa dipelajari dari mana saja. Asal ada jaringan internet dari pelosok desa pun bisa. “Maka manfaatkan smartphone dengan baik,” tegas Nofi Bayu Darmawan. Dari pikiran dan tangan anak-anak muda desa di Kampung Marketer, uang yang mengalir dari kota ke desa tahun 2020 sekitar Rp 15,6 miliar per bulan dan tahun 2021 perputaran uangnya sekitar Rp 30 miliar per bulan.

Apa yang dilakukan Nofi Bayu Darmawan dan anak-anak muda desa layak diacungi jempol. Karena keberadaan Kampung Marketer itu mengatasi dua masalah yang selama ini dirasa sulit dicarikan jalan keluarnya, yakni masalah pengangguran dan urbanisasi. Kini anak muda desa berhasil menawarkan solusi dengan memanfaatkan teknologi informasi. (*)


sumber : https://www.wiradesa.co/anak-muda-di-balik-kampung-marketer/



Mengintip Kampung Bisnis Online di Purbalingga


Ketika rata-rata pemuda di desa lain sibuk mencari penghasilan di kota-kota besar, di pelosok desa di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah ada ratusan pemuda yang bekerja online setiap harinya dengan bermodalkan smartphone.

Di Desa Tunjungmuli, Kecamatan Karangmoncol yang jauh dari keramaian kota ini tepatnya, para pemudanya sudah bisa menghasilkan jutaan rupiah dengan membantu memasarkan produk para pelaku pasar online dari seluruh Indonesia melalui Kampung Marketer.

Kampung Marketer sendiri dirintis oleh Nofi Bayu Darmawan, seorang pemuda desa yang sudah menjalani internet marketer sejak kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Akuntansi (STAN) Jakarta.

Pada 2013, dia diterima sebagai PNS di Kementerian Keuangan. Namun berjalan 3,5 tahun bekerja, dia mundur sebagai PNS dan lebih memilih kembali ke desa untuk menjalankan bisnis online.


Kerja bermodalkan smartphone dan koneksi internet. Foto: Arbi Anugrah/detikcom

"Kurang lebih Rp 45 juta saya harus mengganti denda karena mundur sebagai PNS. Gajiku saat itu Rp 5,5 juta, tapi di online dengan nominal itu aku bisa dapat dalam sehari, karena ada beberapa aplikasi juga yang aku rilis," kata Nofi Bayu Darmawan, Owner Kampung Marketer saat berbincang dengan detikcom.

Dari kemampuan digital marketing itulah, gejolak dalam dirinya berkecamuk saat banyak para pemuda desa kesulitan mencari pekerjaan dan lebih memilih ke kota besar untuk mencari pekerjaan.

Dari pengalaman dan adanya keluhan dari sesama pelaku bisnis online akan kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk Customer Service (CS) di bisnis online, secara bertahap dia mulai merekrut pemuda desa untuk dilatih kemampuan menjadi seorang CS dalam bisnis online.

"Awalnya saya ingin membuat sesuatu yang berimbas langsung ke masyarakat, makanya saya inisatif membuat program peberdayaan SDM ini dan sebenernya juga tidak sengaja," tutur Nofi.

"Mulanya di grup yang saya kelola ada yang nyari CS. Katanya di kota gajinya mahal, problem nyari SDM itu susah. Terus aku nyeletuk di situ, sini aku cariin aja dari SDM di kampungku, karna di kampungku banyak yang nganggur," sambungnya.

Memanfaatkan internet untuk mencari penghasilan. Foto: Arbi Anugrah/detikcom


Mengenalkan Kerja Online ke Desa

Ternyata tidak mudah mengubah pola pikir masyarakat desa dengan segala kesederhanaannya. Nofi harus mengajar mulai dari nol tentang apa itu bisnis online, cara kerja bisnis online serta transaksi dalam bisnis online.

Namun dari dua pemuda yang dia ajukan pada partner bisnisnya, ternyata kinerjanya diapresiasi memuaskan. Selanjutnya, Nofi terus mengembangkan SDM bisnis online melalui payung Kampung Marketer.

"Awal kita open rekruitmen dua, tapi saat itu banyak banget warga yang daftar makanya banyak yang kita tolak. Ternyata kerjanya bagus, hasilnya bagus dan dia (partner bisnis) puas, karena dia puas, kenapa tidak aku perbanyak lagi untuk lebih memberdayakan warga-warga sini," ungkapnya.

Untuk mengakomodir permintaan SDM CS bisnis online tersebut, akhirnya dia membuat website sebagai sarana penawaran resmi yang menjelaskan tentang apa saja SDM yang disediakan, keunggulannya, cara mengontrolnya hingga sistem evaluasinya. Karena keunggulan bisnis online, teknologi marketing bisa dikerjakan dimanapun termasuk di desa oleh pemuda desa, selama ada jaringan internet.

Kini, setidaknya Nofi sudah mempunyai enam kantor yang didirikan di dua desa dengan karyawan hampir 200an orang. Para karyawan tersebut merupakan SDM di bidang CS bisnis online, iklan, content writer, serta leader CS yang direkrut dari pemuda-pemudi di delapan desa disekitar desa Tunjungmuli.

Dalam lima bulan, jumlah partner yang bekerjasama dengan Kampung Marketer sebanyak 62 partner bisnis mulai dari pemilik brand, reseller hingga dropshipper.

"Di sini, minimal pendapatan mereka (karyawannya) Rp 1 juta dan maksimal Rp 4 juta untuk standar di desa, kerja santai, bisa pulang ke rumah, makan di rumah, ketemu keluarga hanya bermodalkan smartphone atau laptop," ucapnya.

Nofi menargetkan, Kampung Marketer bisa memberdayakan masyarakat desa dan mengurangi angka pengangguran serta arus urbanisasi dari desa ke kota sekitar 1.000 karyawan. Dia juga ingin membuat anak-anak desa mengerti cara memanfaatkan teknologi.

"Salah satu motivasi selain menyerap pengangguran, kita juga ingin meminimalisir dan mengedukasi orang-orang di sini bahwa yang namanya kerja itu tidak harus ke kota. Karena yang namanya posisi kerja di online seperti ini, bisa dikerjakan di mana saja," jelasnya.

Karena saat ini, lanjutnya, kebanyakan anak-anak di desa setelah lulus SMA berkeinginan bekerja di Jakarta untuk anak laki-laki. Sedangkan anak perempuan kebanyakan akan bekerja di kota Purbalingga sebagai buruh pembuatan bulu mata, wig. Banyak orangtua tidak setuju karena kerjanya lembur. Kondisi ini tentu sangat relevan jika dibandingkan dengan bekerja secara online.

"Bahkan ada beberapa orang tua di desa yang ngerti ada Kampung Marketer bilang sama anaknya yang pada di kota agar pulang ke desa dan kerja di sini sambil menjaga orangtuanya," ucapnya.

Permintaan mencetak SDM dalam bisnis online sangat menjanjikan. Apalagi saat ini sudah ada beberapa patner yang meminta SDM yang dapat bekerja shift malam. Menurut Nofi, salah satu yang sudah melamar untuk bekerja shift malam itu adalah guru TK yang kerja pagi sampai siang mengajar, tapi bingung cari penghasilan tambahan.

"Sampai Februari saja meskipun selalu ada karyawan baru kita masih minus. Karena biasanya partner kita macam-macam. Ada yang satu partner bisa sampai 15 CS. Biasanya bertambah itu ketika peformanya (jualan) mereka rasa sudah bagus, kalau dalam bisnis itu selling pemasaran, ketika 1 SDM bisa sumbangsih sekian rupiah, kenapa tidak ketika dia tambah," ucapnya.

Anak-anak muda Purbalingga yang diberdayakan di Kampung Marketer. Foto: Arbi Anugrah/detikcom


Tantangan

Namun semua kerja keras Nofi untuk mengurangi angka pengangguran di desanya bukan tanpa hambatan. Masih banyak warga desa yang belum melek teknologi tidak mengerti apa yang sebenarnya dilakukan oleh Nofi. Bahkan tidak semua pemerintah desa mengerti dengan apa yang dia kerjakan.

"Sampai saat ini belum ada dukungan dari pemerintah desa atau Kabupaten Purbalingga dengan apa yang saya kerjakan. Malah dukungan kebanyakan datang dari pemerintah Kabupaten dan perguruan tinggi di kota lain yang sengaja datang ke sini untuk belajar," ungkapnya.

Meski demikian, hasil jerih payahnya mentransfer ilmu bisnis online juga bisa dirasakan beberapa orang yang pernah belajar dengan dirinya. Prinsip Nofi, jangan takut membagi ilmu yang dimiliki kepada orang lain.

Sebuah kebahagiaan baginya, jika mengetahui ilmu yang dibagikannya bisa bermanfaat bagi orang lain. Dia mendengar cerita, ada pegawai KUA dan guru SD yang mempunyai bisnis online secara sampingan dan sudah bisa mendapatkan penghasilan melebihi gajinya selama bekerja.

"Ada juga yang kerja di PT akhirnya resign. Ada juga kakakku yang kerja di kapal pesiar gaji lumayan besar sekarang jualan knalpot online. Adikku yang sekarang masih kelas 1 SMA sekarang sudah punya karyawan dengan pendapatan bersih puluhan juta, biaya sekolah dan uang saku sudah tidak minta orang tua, padahal masih belasan tahun tapi pikiranya udah kayak umur tiga puluhan tahun," tuturnya.

Tak perlu ke kota, di desa pun bisa produktif lewat smartphone. Foto: Arbi Anugrah/detikcom

Sementara menurut Ganjar Kurniawan Hakim (24), karyawan Nofi yang bertanggung jawab sebagai tim iklan, mengaku dirinya sempat kaget mengetahui media sosial bukan hanya dibuat sebagai update status saja, tapi bisa dimanfaatkan sebagai sarana mencari penghasilan.

"Media sosial itu juga bisa buat kerja. Padahal hampir setiap hari kita update status. Malah bisa kita maksimalkan untuk mencari keuntungan untuk kita. Dulu memang saya seperti halnya anak-anak biasa, kita punya Facebook hanya untuk buat updete status," jelasnya.

Dia mengisahkan saat dirinya harus merantau ke luar kota dengan penghasilan yang sama namun bekerja lebih berat dan banyak aturan yang harus dijalani. Tapi hal berbeda dialaminya saat menjalani pekerjaan di Kampung Marketer. Selain menjadi lebih dekat dengan keluarga, dirinya juga tidak banyak dituntut seperti layaknya saat bekerja di Kota.

"Banyak keuntungan untuk sendiri, bisa berwirausaha. Sekarang jauh-jauh ke kota mau ngapain, di kota memang dapat pengalaman tapi kenyataannya pengalamannya cuma sedikit. Apalagi ketika kita dituntut oleh perusahaan harus gini-gini tapi dampaknya ke kita cuma sedikit, beda dengan kita masuk di sini (Kampung Marketer) terutama saya jadi tahu, Facebook bisa buat jualan, dan ada fitur juga," ucapnya.

Ganjar sendiri awalnya sempat bingung dengan apa yang dilakukan Nofi. Namun kini, dia paham bahwa Nofi mengajari orang bisa memanfaatkan internet untuk mencari penghasilan.

"Penghasilan saya disini diatas Rp 1 juta. dibanding dulu kerja di Jakarta dari segi kerja beda, di sini bisa santai, dis ana kerja 8 jam dan 1 jam untuk istirahat. Itu pun harus dituntut bekerja terus," ujarnya. (rns/rou) 

sumber : hhttps://inet.detik.com/cyberlife/d-3906135/mengintip-kampung-bisnis-online-di-purbalingga

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)
wa
wa